Industri kargo di Bali saat pandemi dihadapkan pada tantangan yang sangat berat. Selain penurunan permintaan konsumen, jasa pelayaran kontainer (carrier) juga menaikkan biaya pengirimannya akibat turunnya kuantitas operasional kapal.
"Kita kekurangan kontainer dalam dunia global dan semakin sedikit kapal yang beredar di laut sekarang karena permintaan ekonomi sedang turun juga semua. Jadi kegiatan pelayaran juga rendah, itu yang membuat vessel yang beroperasi tambah sedikit, sehingga sangat sulit mencari keseimbangan permintaan dan ketersediaan kontainer" ungkap Owner Adhi Dharma Cargo, Hendra Arimbawa beberapa waktu lalu.
Hal itu, kata dia, yang menyebabkan para pengusaha kargo harus berjibaku untuk mengonfirmasi ketersediaan kontainer dan juga konektivitasnya. Bahkan, sebelum kontainer sampai ke Bali, kontainer sudah jadi rebutan ketika ada di Surabaya.
"Sudah ludes semua di Surabaya, jadi tidak ada yang ke Bali. Jadi kontainer yang ada itu ketika tiba di Surabaya kita harus rebutan juga dengan kargo-kargo yang ada di Surabaya dan sekitarnya," ungkapnya.
Karena rebutan inilah yang kemudian menyebabkan harga berlipat ganda. Terlebih ada yang berani menawarkan harga lebih agar bisa diangkut di kapal pelayaran.
"Misalkan harga standarnya USD 5.000 kemudian ada yang berani bayar USD 5.500 seperti itu jadi efek dominonya," kata dia.
Para perusahaan pelayaran itu, lanjutnya di satu sisi belum tentu juga mendapat untung karena mereka muatan logistik yang banyak, namun kekurangan armada.
"Permintaan banyak, kekurangan armada, mereka juga perlu menekan biaya juga, jadi serba sulit tarikan antara bagaimana provider dari liner itu menyiapkan kontainer agar kita bisa kirim dan mereka juga berpikir bagaimana cara agar dapat mengirim dengan harga yang murah, jadi saling banyak kepentingan saat ini," paparnya.
Ia sedikitnya mengungkap 3 penyebab kenapa biaya pelayaran untuk logistik naik, yang pertama adalah karena dampak
pandemi yang membuat ekonomi menjadi lesu. Kedua adalah karena "shortage" atau kekurangan kontainer karena pelayaran merespon sepinya pasar jadinya tidak berani mengeluarkan vessel atau kapal yang banyak mengingat biaya operasional.
"Jadi itu yang menyebabkan kenapa orang-orang pada rebutan karena schedule semakin tipis, semakin sedikit space, kontainer semakin sedikit tapi ekonomi global tetap perlu kontainer," sebutnya.